Selasa, 14 Juli 2009

ANAK REMAJAKU KOK TERTUTUP, YA?

Ngomomg-ngomong soal anak remaja, memang perlu hikmat khusus untuk menanganinya. Dikerasin, salah, dilepasin juga salah. Terus, gimana,dong?

Sekalipun sulit, kalau sudah berani menikah, ya harus berani punya anak, dan bertanggung jawab untuk mengasuh dengan baik.Sebab kalau ngagak, akan berurusan dengan yang menciptakan anak itu sendiri, yaitu Tuhan. Sebab Tuhanlah yang menitipkan anak itu pada kita , untuk mengasuhnya dengan benar sampai dewasa dan mandiri.Makanya, sebagai orang tua, kita tidak boleh berhenti belajar, mau mengikuti perkembangan zaman. Supaya tidak terjadi kesenjangan/ "gap" yang terlalu jauh antara kita dengan anak. Apalagi anak remaja zaman sekarang ini. Kalau kita tidak bijak dalam menangani, wah bisa-bisa kita malah kehilangan dia.
Sewaktu masih balita, mungkin masih manis-manis, selalu menuruti apa yang kita mau.Setiap kali , si balita melaporkan apa yang sedang terjadi, apa yang sedang diperbuat. Tapi, setelah remaja, kebiasaan itu sudah tidak ada lagi.Bahkan sekalipun ditanya, kadang-kadang tidak mau menjawab. Bahkan bisa ekstrim, tidak mau ditanya, karena sudah merasa besar. jadi di tidak mau orang tuanya terlalu ikut campur tangan.Karena dia merasa tidak dipercaya. Atau memang masanya semua remaja seperti itu?
Sebaiknya bangun jembatan yang baik antara orang tua dengan anak. Coba berpikir seperti yang anak pikirkan, coba rasakan apa yang anak rasakan.
Orang tua harus bisa menjadi sahabat anak. Sehingga tidak ada jarak yang terlalu jauh antara anak dengan orang tua.
Nah, kalau hubungan kita dengan anak baik, kita saling percaya, kemungkinan besar anak akan dengan bebas bercerita dengan orang tua.
Sekali lagi, itu bukan usaha yang ringan. Perlu kerja sama yang baik antara papa dan mama. Keduanya harus sepikir, setujuan. Supaya maksud baik itu tercapai.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Betul sekali kata kuncinya kalau boleh saya simpulkan : Jembatan orang tua anak, ada 3 hal :

1. Mulai dari dini, semenjak balita/batita, saat anak belum bisa bicara, kitalah yang harus bicara karena bayi kita bisa mendengar, melihat & merasakan.
Apa yang dirasakan balita/batita, direspons akan mentrigger kemampuan sianak memberikan out yang sama kelak.

2. Kerjasama orang tua (ibu & bapak). Perhatian yang kontinue sulit untuk direalisasikan manakala kedua ortu sibuk. Kesepakatan keduanya kapan harus saling mengisi komunikasi dgn anak.

3. Kualitas komunikasi, yang dimaksud adalah keterbatasan waktu orang tua yang harus dikompensasi dengan kualitas antara lain masuk ke domain alam pikiran anak seperti kejujuran (jika anak tidak nyaman dia akn menangis, jika senang tertawa, berani mengungkapkan perasaan yang dirasakan.

Mudah-mudahan bisa melengkapi tulisan & bermanfaat untuk pembaca lain (arief hr)

info sehat/atik mengatakan...

Buat yang Bapak Arief
Terima kasih banyak atas tambahan informasi yang melengkapi tulisan ini.